LAPORAN KASUS RELAKTASI PADA BAYI KANDUNG DENGAN BINGUNG PUTING Oleh dr Dyah Novita Anggraini Ny. L datang pada tanggal 18 Agustus 2023 ke Poli Laktasi RS Swasta di Depok hanya bersama anaknya, bernama Bayi S yang berusia 1 bulan dengan berat badan 3660 gram, status gizi bayi termasuk dalam kategori status gizi baik, kenaikan BB 27,7 gr/hari dari BB lahir bayi yaitu 2800 gram. Ibu mengatakan sudah satu minggu memberikan susu formula sebanyak 2 x 90 cc karena menurut ibu produksi ASI (air susu ibu) mulai berkurang. Bayi S adalah anak kedua dari pasangan Ny.L dan Tn.A, bayi perempuan yang lahir prematur dengan persalinan Sectio Caesarea di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) pada usia kehamilan 36 minggu. Setelah lahir By S tidak mendapat Inisiasi Menyusu Dini dan langsung masuk ruangan bayi selama 24 jam. Setelah 24 jam By.S baru dibawa ke ruangan perawatan Ny.L untuk dilakukan rawat gabung. Saat di RSUD hari pertama, bayi S sudah diberikan susu formula oleh perawat dan baru disusui oleh Ny. L setelah rawat gabung di kamar, Bayi S dapat menyusu langsung. Anak pertama Ny.L berusia 2 tahun saat ini dan memiliki riwayat tindakan frenotomi di Palembang pada usia 2 bulan, namun sudah berhenti menyusu di usia 6 bulan. Ny.L mengaku sudah rutin melakukan pumping dengen frekuensi sembilan – sepuluh kali per hari namun hasil perahannya masih sedikit dengan jumlah 80 – 120 cc per sekali pumping. Sudah dua minggu Ny.L merasa bayi tidur terus di siang hari dan pada malam hari bayi lebih banyak terbangun. Dua minggu terakhir Ny.L merasa khawatir karena sudah beberapa hari bayi sulit minum dot dan jika menyusu langsung lebih sering lepas – lepas, bayi juga terbiasa menyusu di payudara kiri dan jarang di payudara kanan. Bayi juga terkadang jika mau minum dot, durasinya lama dan seringnya tertidur saat menyusu. Sebelum berkunjung ke DSA (dokter spesialis anak), Ny.L mulai menyadari bahwa Bayi.S memiliki tounge tie seperti anak pertamanya. Dari pemeriksaan fisik Bayi S saat berkunjung ke poli laktasi, ditemukan adanya tali lidah pendek yang disebut ankyloglossia, yaitu tongue tie anterior dan upper lip tie grade 4. Pada pemeriksaan payudara Ny.L ditemukan bentuk payudara yang simetris membesar, puting lentur dan menonjol, serta produksi ASI yang banyak. Dokter laktasi lalu meminta Ny.L untuk menyusui langsung, dari observasi menyusui dengan posisi cradle hold, refleks hisap bayi kurang optimal, dan Bayi S menolak untuk menyusu langsung di payudara. Dokter laktasi menjelaskan mengenai tongue tie dan lip tie yang menjadi penyebab by.S sulit menyusu pada payudara Ny.L serta penggunaan dot yang menambah masalah karena membuat bayi menjadi bingung puting dan menyarankan Bayi S melakukan tindakan frenotomi. Karena bayi masih menolak menyusu dan Tn.A tidak bisa mendampingi saat itu maka tindakan frenotomi ditunda di kunjungan berikutnya, dengan arahan dokter laktasi untuk melakukan melakukan skin to skin dan menggunakan suplementer berupa NGT (naso gastric tube) dan spuit di rumah selama proses menyusui, serta tidak memberikan dot lagi kepada Bayi S. Pada tanggal 20 Agustus 2023, Ny.L datang kembali ke poli laktasi di Rumah Sakit swasta tersebut bersama Tn.A untuk melakukan tindakan frenotomi tongue tie dan dirujuk ke Dokter Spesialis Anak Konsultan Laktasi Internasional di RS yang sama di tanggal 25 Agustus 2023 untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait kondisi lip tie Bayi S. Setelah dilakukan tindakan frenotomi tongue tie di poli laktasi, bayi langsung menyusu pada payudara Ibu dan perdarahan bekas luka frenotomi teratasi setelah menyusu. Dokter lalu memeragakan senam lidah(tongue exercise) untuk dilakukan 5 kali sehari oleh ibu kepada bayi selama 3 minggu kedepan sambil dioleskan gel tanaman lidah buaya tiga kali sehari di bawah lidah. Ibu juga diminta untuk rutin tummy time pada Bayi S. Namun setelah kembali ke rumah selama dua hari, Ny. L masih memberikan dot dengan ASI perah karena khawatir berat badan Bayi S akan turun, sehingga masalah bingung puting kembali terjadi. Pada tanggal 25 Agustus 2023, Ny.L datang kembali ke rumah sakit bersama Tn.A untuk menemui DSA konsultan laktasi dengan keluhan bayi masih belum dapat menyusui langsung dan tidak rutin melakukan skin to skin dan jarang menggunakan suplementer dengan alasan anak yang pertama rewel ingin selalu dekat Ny.L. Selama di rumah By.S tetap diberikan dot berisi ASIP (ASI perah) sebanyak 70 – 90 ml sehari sebanyak delapan sampai sembilan kali dan sempat diberikan susu formula satu kali di rumah karena stok ASIP habis. Setelah bertemu dengan DSA konsultan laktasi, disarankan rawat inap relaktasi dan sudah dijelaskan sebelumkan kepada Ny.L dan Tn.A mengenai perintah menyusui sesuai perintah agama dan WHO (World Health Organization), serta dijelaskan kembali mengenai tongue tie, lip tie dan penggunaan dot yang menghambat proses menyusui serta rencana terapi yang akan dijalankan oleh Ny.L dan Bayi S. Karena keinginan Ny.L untuk menyusui sampai 2 tahun kuat, Ny.L mau menjalankan rawat inap untuk melakukan relaktasi dengan perawatan metode Praborini. Dilanjutkan dengan tindakan frenotomi lip tie, serta melanjutkan penggunaan suplementer, serta terapi tambahan lainnya. Setelah proses administrasi rawat inap selesai, Ny.L serta Bayi S masuk ruangan perawatan. Pada siang hari dilakukan kunjungan dokter laktasi di ruangan. Selama perawatan Ny.L dan bayi S melakukan skin to skin selama 24 jam kecuali ke toilet dan shalat, serta pemutaran murottal (lantunan ayat-ayat Al-Quran). Di ruangan terlihat bayi sudah mulai mau menyusu di payudara ibu dengan tenang. Selama perawatan, DSA juga meresepkan obat Chlorpheniramine untuk Bayi S dan menganjurkan terapi tambahan yaitu pijat bayi, oromotor exercise dan selama proses menyusui terpasang spuit yang berisi ASI perah 30 ml dan nasogastric tube (NGT) di payudara Ny.L, serta rencana frenotomi lip tie keesokan hari jika pelekatan bayi sudah optimal saat menyusu. Pada tanggal 26 Agustus 2023, hari rawatan ke-2, Bayi S sudah mulai sering menyusu di payudara Ny.L tanpa spuitdan NGT. Dokter laktasi lalu melakukan frenotomi lip tie, setelah itu by.S langsung menyusu di payudara Ny,L. Orang tua kembali diajarkan tongue dan lip exercise lima kali sehari dilanjutkan pemberian gel tanaman lidah buaya tiga kali sehari. Pada sore hari Ibu dan bayi diperbolehkan pulang dan kontrol poli DSA lima hari kemudian. Pada tanggal 31 Agustus 2023 Ny.L dan Bayi S datang kontrol dan mengatakan proses menyusui sudah lancar tanpa bantuan suplementer. Saat ini usia by.S 1 bulan 14 hari dengan berat badan nya naik 24,5 gram per hari menjadi 3880 gram dengan status gizi baik. Namun Ny.L khawatir karena berat badan bayi mengalami penurunan dari berat saat di perawatan yaitu 3890 gram. Setelah dijelaskan oleh DSA bahwa penurunannya tidak terlalu signifikan dan ini merupakan hal yang normal pada bayi yang mengalami proses relaktasi, Ny.L lebih tenang dan yakin untuk terus menyusui dan tidak memberikan dot kembali. Proses relaktasi atau menyusu kembali langsung ke payudara Bayi.S dinyatakan berhasil. Berat badan Bayi.S selama perawatan rapan inap relaktasi dan kontrol paska rawat inap relaktasi Berat badan Bayi.S selama perawatan rawat inap relaktasi dan kontrol paska rawat inap relaktasi NoTanggalUmur BayiBagianBerat badan (gram)Terapi118 Agustus 20231 bulanPoli Laktasi3660 gramSkin to skin 24 jam Putar murottal Stop dot Rencana frenotomi220 Agustus 20231 bulan 2 hariPoli laktasi3740 gramSkin to skin 24 jam Putar murottal Tongue frenotomy Gel tanaman lidah buaya NGT + Spuit isi ASI perah 30 cc325 Agustus 20231 bulan 7 hariRawat inap hari ke-13865 gramSkin to skin 24 jam Putar murottal Gel tanaman lidah buaya NGT + Spuit isi ASI perah semau bayi Ctm 3 x 0,3 mg Pijat laktasi Oral motor exercise426 Agustus 20231 bulan 8 hariRawat inap hari ke-23890 gramFrenotomi lip tie Skin to skin 24 jam Putar murottal Gel tanaman lidah buaya NGT + Spuit isi ASI perah semau bayi Ctm 3 x 0,3 mg Pijat laktasi Oral motor exercise531 Agustus 20231 bulan 13 hariKontrol paska rawat inap relaktasi3880 gramRelaktasi berhasil Skin to skin dilanjutkan di malam hari DISKUSI Ny L memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menyusui anaknya secara langsung dan suami pun mendukung. Hal ini dapat dinilai dari ibu segera mengevaluasi proses menyusui dengan menjalankan rawat inap relaktasi, selama masa perawatan ibu selalu ditemani oleh suami untuk kontrol dan terlihat suami selalu menyemangati ibu. Bayi menyusu pada ibu merupakan aktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia, yaitu asah asih asuh. Dengan menyusu pada ibu, ia akan mendapat pemenuhan kebutuhan asah, yaitu stimulasi untuk perkembangan emosionalnya dalam berinteraksi dengan sesama, dalam hal ini terutama dengan ibunya. Jalinan kasih sayang akan terbangun antara bayi dan ibu sebagai manifestasi pemenuhan kebutuhan asih, dan zat-zat gizi yang terkandung dalam air susu ibu akan dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya sebagai pemenuhan kebutuhan asuh.1 Pemberian ASI bukanlah sekedar memberi makan pada bayi, ketika ibu mendekap bayi yang sedang disusukannya, pandangan matanya tertuju pada bayi dengan nuansa kasih sayang dan keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan bayi, sikap ibu menimbulkan rasa nyaman dan aman pada bayi. Ia merasa dimengerti, dipenuhi kebutuhannya (lapar), disayangi dan dicintai. Lewat ASI, bayi dan ibu sama-sama belajar mencintai dan merasakan nikmatnya dicintai.2 Sebelumnya Ny,L rutin melakukan pumping dan memberikan ASI perah menggunakan dot, sehingga anak menjadi bingung puting saat menyusu langsung di payudara Ibu. Fakta nya jika anak rutin minum menggunakan dot banyak masalah yang akan menghampiri, salah satunya anak akan mengalami autisme. Penelitian yang dilakukan oleh Shafay dkk pada tahun 2017 juga meneliti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ibu menyusui langsung ke payudara (Direct BreastFeeding) dengan ibu yang hanya memerah ASI dengan pompa (Exclusive Pumping) dengan angka kejadian autisme pada anak, dimana risiko anak dengan gangguan autisme lebih tinggi pada ibu exclusive pumping daripada ibu yang menyusui langsung ke payudara.3 Kemudian dipertegas oleh Sherief Ghozy dkk tahun 2019 yang menyatakan bahwa menyusui langsung ke payudara selama 6 bulan dapat menurunkan risiko autisme pada anak sebesar 54% dan risiko semakin kecil jika anak disusukan hingga 2 tahun.4 Pada pemeriksaan fisik Ny.L tidak memiliki masalah pada payudara maupun supply ASI nya. Namun Bayi.S ditemukan memiliki gangguan akibat adanya tongue tie anterior dan lip tie gr.4 serta bingung puting karena pemakaian dot. DSA sekaligus konselor laktasi menganjurkan tindakan frenotomy atau pemotongan tali lidah dan bibir yang pendek secara bertahap menunggu Bayi.S mau melekat optimal ke payudara Ny.L. Oleh karena itu dilakukan Metode Perawatan Praborini dengan memperbanyak skin to skin sampai bayi mau melekat ke payudara ibu. Anak yang memiliki tongue tie dan lip tie akan mengalami berbagai gejala yang muncul dalam periode tumbuh kembangnya. Gejala yang mungkin timbul pada bayi berupa berat badan yang tidak naik baik, tertidur saat menyusui (karena bayi dengan tongue tie akan membutuhkan energi ekstra untuk menyusu dibandingkan bayi tanpa tongue tie, sehingga dia menjadi mudah lelah), kualitas pelekatan yang buruk, reflux dan gejala kolik, gumming atau mengunyah puting, lip blisters, serta episode tidur yang sebentar.5,6,7 Gejala yang ditimbulkan pada tongue tie tidak hanya muncul pada bayi, namun juga dapat muncul gejala pada ibu. Biasanya keluhan yang muncul pada ibu yang sedang menyusui anaknya dengan tongue tie adalah nyeri saat menyusui, puting lecet, pengosongan payudara yang tidak efektif, dan infeksi payudara. 5,6,7 Selain tongue tie, masalah menyusui juga dapat disebabkan oleh lip tie. Lip tie adalah tali atau frenulum pada bagian atas bibir yang menempel pada rahang atas. Frenulum ini tidak memiliki otot dan hanya berupa membran saja. Bila frenulum ini menempel pada bagian tulang atau gusi atas maka bisa menyebabkan adanya gerakan yang terbatas untuk bibir saat menyusu. Posisi bibir yang dower dibutuhkan dalam proses menyusu agar mulut bayi dapat membuat vakum atau tekanan negatif tinggi sehingga bayi dapat menghisap dengan baik dan transfer asi bisa optimal. Bibir yang dower juga merangsang adanya rantai oksitosin yang menyebabkan keluarnya asi dari payudara ibu optimal. Bibir bayi yang tidak dower pada saat menyusu ke payudara dapat menimbulkan keluhan menyusui, seperti nyeri dan puting lecet.8 Tongue tie dan lip tie dapat menyebabkan perlekatan yang tidak efektif, transfer ASI yang buruk sehingga mengakibatkan slow weight gain (SWG) atau failure to thrive (FTT). Terapi holistik bayi tongue tie dan lip tie dengan SWG atau FTT terdiri dari frenotomy, suplementasi, laktogog, dan akupuntur menunjukan keberhasilan dalam memperbaiki status gizi bayi dan meningkatkan supply ASI ibu.9 Pada kasus ini, dilakukan simple frenotomy pada Bayi S. Frenotomi adalah melakukan sayatan yang sederhana di bagian lingual frenulum dengan menggunakan gunting. Berdasarkan penelitian dari Geddes et al menunjukan bahwa bayi yang menyusu langsung yang mengalami kesulitan menyusu menunjukan adanya kemajuan setelah dilakukan frenotomi, gerakan lidah mulai membaik, pada pemeriksaan USG akan terlihat adanya peningkatan asupan ASI, transfer ASI, perlekatan dan perbaikan pada nyeri puting yang dialami oleh ibu.5 Bayi juga diberikan suplementasi di payudara dengan menggunakan alat suplementer, sehingga supply ASI ibu tetap terjaga, berat badan bayi berangsur naik.11 Setelah dilakukan frenotomi pada tongue tie dan lip tie pada Bayi S , pelekatan mulut bayi pada payudara Ny.L menjadi lebih baik dan bisa menyusu optimal. Pelekatan menyusu efektif ditandai dengan mulut bayi yang terbuka lebar, bibir terlipat keluar, sebagian besar areola terutama bagian bawah masuk ke dalam mulut bayi, dagu bayi menempel ke payudara ibu, pipi bayi membulat, tidak terdengar bunyi berdecap dan ibu tidak merasa sakit selama menyusui.3 Bayi S juga diberikan suplementasi menggunakan spuit NGT dengan tetap menyusu pada payudara ibu dengan tujuan supply ASI meningkat dan membantu mendapatkan pelekatan bayi lebih optimal. Pada perawatan hari kedua Bayi S sudah dapat menyusu dengan baik di payudara Ibu tanpa suplementer, disertai ASI yang semakin banyak, sehingga suplementer dihentikan.10 Pada akhir rawatan, bayi sudah dapat menyusu langsung tanpa bantuan alat suplementer. Tindakan frenotomi pun sudah dilakukan untuk menunjang keberhasilan proses menyusui langsung ke payudara dengan perlekatan yang baik. Metode Perawatan Praborini untuk memulai menyusui langsung bayi kandung dengan bingung puting sebagian dinyatakan berhasil dalam 2 hari rawatan dan dibuktikan dengan perlekatan bayi yang optimal tanpa menggunakan suplementer. Hal ini membuktikan bahwa penelitian yang telah dilakukan oleh Praborini dkk tentang perawatan metode Praborini untuk bayi bingung puting dapat diterapkan dengan baik dan berjalan efektif. Penelitan Praborini dkk tahun 2016 tersebut berdasarkan dari 58 kasus bayi bingung puting, dengan 96.6 % bingung puting total, dan 79.3% dari kasus tersebut diakibatkan penggunaan botol karena adanya tongue tie. Lamanya perawatan bervariasi antara 1 hari (56.9%) sampai dengan 5 hari (3.4%). Keberhasilan metode Perawatan Praborini mencapai 91.4% yaitu sebanyak 53 kasus dari 58 kasus. Semakin muda usia bayi dan cepat dideteksi maka angka keberhasilannya akan semakin tinggi.11 KESIMPULAN Adanya Ankyloglossia pada bayi menjadi penyulit untuk bisa mendapatkan ASI secara optimal dari ibu, sehingga diperlukan tindakan frenotomi untuk memperbaiki proses menyusu. Diperlukan juga suplementasi dengan tetap menyusu langsung pada payudara ibu agar bayi mendapat asupan ganda dari payudara dan suplementer sehingga pertumbuhan bayi meningkat dengan baik dan supply ASI tetap terjaga. Percaya diri, motivasi yang kuat dari Ibu, serta dukungan dari keluarga khususnya Suami adalah kunci utama keberhasilan program relaktasi maupun induksi laktasi. Hal ini membangun kepercayaan bahwa ibu akan mampu memberikan yang terbaik untuk bayi. Rutin menyusu pada ibu dan ibu rutin memerah ASI saat bekerja nanti sehingga terjadi pengosongan payudara yang optimal, merupakan kunci untuk keberhasilan menstimulasi produksi ASI, baik pada relaktasi maupun induksi laktasi. Daftar Pustaka : Jeanne-Roos Tikaolu. (2013). Buku Indonesia Menyusui. Diakses tanggal 05 November 2022 dari https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/relaktasi-dan-induksi-laktasi.International Lactation Consultant Association. 2013. Core Curriculum for Lactation Consultant 3rd Edition. Jones & Bartlett Learning. p289. dalam Febriyanti, D. 2017. Artikel : Induksi Laktasi Bayi Adopsi dari https://www.praborinilactationteam.comShafay, T et al. 2017. Eping & Autism. DOI: 10.3390/nu14010045Ghozy, S et al. 2020. Association of breastfeeding status with risk of autism spectrum disorder: A systematic review, dose-response analysis and meta-analysis. DOI: 10.1016/j.ajp.2019.101916Geddes DT, et al. Frenulotomy for Breastfeeding Infants with Ankyloglossia: Effect on Milk Removal and Sucking Mechanism as Images by Ultrasound. 2008 July; American Academy of Pediatrics, vol 122: 188-194. https://www.drghaheri.com/blog/2014/2/20/a-babys-weight-gain-is-not-the-only-marker-of-successful-breastfeeding.Praborini A, Purnamasari H, Munandar A, Wulandari RA. Early Frenotomy Improves Breastfeeding Outcomes for Tongue-Tied Infant. United States Lactation Consultant 2015; 6(1): 9-15.Cole M. Tongue and Lip Tie: A Comprehensive Approach to Assessment and Care. Powerpoint presentation. 2017.Forlenza, et al, Ankyloglossia, Exclusive Breastfeeding and Failure to Thrive, 2010, diunduh dari: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20498175/Suradi R, 2013. Posisi dan Pelekatan Menyusui dan Menyusu yang Benar. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/posisi-dan-perlekatan-menyusui-dan-menyusu-yang-benarPraborini, A et al. 2016. Hospitalization for Nipple Confussion- A Method to Restore Healthy Breastfeeding. DOI: 10.1891/2158-0782.7.2.69