Menghadapi ‘Gerakan Tutup Mulut’ pada Masa Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) oleh dr. Dyah Febriyanti, IBCLC Bayi usia 6-23 bulan membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang cukup dan disusui dengan direct breastfeeding (DBF) sampai usia 2 tahun. 1,2 Namun, sering kali bayi mau makan lalu menolak makanan yang sama di waktu yang lainnya. Bayi juga dapat menjadi rewel pada waktu makan atau menutup mulut ketika disuapi. Tak jarang, bayi meludahkan makanan keluar dari mulut. Kondisi ini sering memiliki sebutan awam sebagai ‘Gerakan Tutup Mulut’. Ada banyak faktor yang mempengaruhi nafsu makan bayi. Menolak makanan atau ‘pilih-pilih’ makan bisa terjadi saat bayi kenyang, terganggu, atau bayi merasa tidak enak baik secara fisik maupun emosional. 3,4 Kondisi umum yang menyebabkan kesulitan makan pada bayi ASI terkait dengan banyak aspek. Ketika bayi makan, mereka menggunakan semua indera fisik (pengecap, penciuman, penglihatan, dll). Gangguan pemrosesan sensorik (sensory processing disorder), dapat menyebabkan masalah makan. Aspek emosional atau lingkungan yang membuat bayi tidak nyaman juga bisa menjadi penyebab bayi menolak makan. Bagi bayi, makan adalah bagian dari proses belajar; bayi memerlukan rasa aman, perhatian dan kenyamanan dari interaksi timbal balik terutama dengan ibunya. Kondisi medis juga dapat mengganggu nafsu makan atau keinginan bayi untuk makan. 4,5 Bila ada dugaan kondisi medis yang dikhawatirkan, orang tua harus berkonsultasi dengan dokter atau dokter anak, bukan untuk mendiagnosis sendiri. Untuk bayi, mulut sangat penting untuk kelangsungan hidup dengan memberi makan dan menjelajahi lingkungan eksternal di tahun-tahun awal kehidupan. Kondisi seperti kesulitan mengunyah karena konfigurasi atau disfungsi sistem motorik mulut karena ankyloglossia atau tali lidah pendek6, contohnya, dapat mengakibatkan kesulitan makan. Ada berbagai kondisi organik meliputi penyakit dan gangguan yang mendasari seperti alergi makanan dan gangguan system organ lainnya. Kondisi tersebut dapat menimbulkan gejala yang terkait dengan rasa tak nyaman dan selanjutnya mempengaruhi aktivitas bayi sehari-hari, termasuk kegiatan makan. Kesulitan dalam pemberian MPASI dapat menghabiskan waktu dan tenaga ibu.7 Oleh karena itu, wajar bila ibu lebih memilih cara yang lebih mudah untuk menyediakan MPASI, seperti menggunakan makanan bayi kemasan untuk makan bayi sehari-hari. Kompensasi dari penggunaan makanan bayi kemasan dapat dialihkan dengan mengoptimalkan proses memasak dan menyiapkan makanan bayi buatan sendiri / homemade dengan meningkatkan efisiensi waktu memasak dan persiapan, mengenali sumber makanan lokal yang terjangkau yang kaya akan nutrisi penting, dan memperhatikan kebersihan dan keamanan dalam memasak dan menyiapkan makanan bayi. 8 Berikut ini adalah hal-hal penting yang ‘boleh’ dan ‘tidak boleh’ dalam pemberian MPASI9,10: Boleh Jangan Bumbu Gunakan rasa asli makanan dan bumbu dapur. Garam dapat ditambahkan dalam jumlah terbatas maksimal 1g/hari Makanan manis (dengan tambahan gula), cabai dan rasa pedas. MSG dan perisa buatan Makanan selingan Buah-buahan serta makanan kecil/ camilan kaya nutrisi. Minuman manis, makanan kemasan ultra-proses yang kurang nutrisi tapi tinggi lemak dan gula. Pemberian makan Beri bayi kesempatan memegang makanan sendiri tapi tetap diawasi, suapi bayi dengan telaten dan merespon bayi. Meninggalkan bayi makan sendiri tanpa pengawasan dan bimbingan. Menerapkan jadwal dan aturan ketat untuk bayi. Untuk mengatasi masalah pemberian MPASI, kita harus mempertimbangkan bayi sebagai manusia seutuhnya. Hubungan ibu-bayi yang tepat akan menggantikan tuntutan ‘bayi imajiner’ yang serba ideal dengan ‘bayi yang sebenarnya’ apa adanya. Dengan melihat bayi melalui perspektif yang utuh dan menghargai bayi, para ibu dan pengasuh utama akan dapat: Melihat apakah ada tanda atau gejala gangguan Kesehatan sehingga dapat berkonsultasi dengan dokter tepat waktu. Membentuk ikatan emosional, dan perhatian untuk bayi Mengenali tumbuh kembang normal bayi (termasuk proses belajar secara emosional). Menerima proses bayi mengasah keterampilan makan. Menemukan strategi yang menyenangkan dalam rutinitas makan. Beberapa tips untuk ibu dan pengasuh utama dalam pemberian MPASI: Perhatikan isyarat bayi seperti ekspresi wajah, tangisan, jabat tangan, tangisan, isyarat lapar. Berikan tanggapan langsung terhadap isyarat tersebut. Sebagai contoh: Bayi mencoba ‘melarikan diri’ dari kursi makan: gendong atau pangku bayi, setelah nyaman, tawarkan makanan lagi. Tetap konsisten untuk tidak memaksa bayi untuk makan. Buat lingkungan yang menyenangkan sebagai gantinya. Buat bayi merasa nyaman dan aman. Tenangkan bayi jika mereka tampak frustrasi dan cari apa pun yang membuat mereka merasa tidak nyaman. Jika tidak ada tanda bahaya, hendaknya ibu tetap tenang, ambil napas dalam-dalam dan coba lagi. Libatkan bayi dalam waktu makan Bersama keluarga. Kegiatan ini dapat menjadi proses pembelajaran bagi bayi untuk berinteraksi dengan keluarga. Ibu hendaknya dapat mengendalikan emosi dengan baik sehingga dapat mengatasi emosi bayi dan kesulitan makan lainnya bahkan di saat-saat yang tidak menyenangkan. Tawarkan makanan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering ketika bayi tidak nyaman. Untuk membuat waktu makan lebih efektif, ibu dan pengasuh dapat belajar bagaimana memasak dan menyiapkan MPASI dengan lebih efisien. Berikut beberapa tipsnya: Ibu ingat bahwa makanan bayi bukanlah makanan yang harus mahal, sempurna, mewah, atau mengikuti tren saat ini. Berikan MPASI sesuai anjuran dokter dan para ahli lainnya. Informasi memang penting, tetapi pilah yang penting terjangkau, dan dapat diterapkan saja, jangan sampai kewalahan oleh media sosial. Jadikan proses memasak praktis namun makanan mengandung nutrisi dan bervariasi meski sederhana dan dari pangan lokal saja. Ibu dapat menggunakan berbagai Teknik memasak seperti menggoreng, menumis, merebus, mengukus dll. Tingkatkan kandungan kalori dalam MPASI dengan menambahkan sedikit minyak ke dalam makanan bayi tepat sebelum disajikan kepada bayi. Gunakan protein hewani dan nabati dalam satu porsi makan. Cari makanan lokal yang terjangkau dan mudah ditemukan di lingkungan tempat tinggal ibu, seperti: 11 telur (ayam, bebek, atau telur puyuh)12, hati sapi, dan hati ayam. Hati sapi kaya akan mikronutrien yang dibutuhkan (zat besi, vitamin A, folat, vitamin B12, dan Kalsium). 13 Untuk menghemat waktu memasak: 14 Buat makanan yang disiapkan khusus untuk bayi saat makanan keluarga yang sedang dimasak hari itu adalah makanan pedas atau tidak matang sempurna. Gunakan makanan keluarga (yang dimakan sehari-hari) dengan modifikasi sebagai berikut: Masak makanan keluarga tanpa tambahan gula, garam, cabai, atau monosodium glutamat, lalu sisihkan satu mangkuk untuk bayi sebagai ‘topping’. Sajikan makanan pokok dan ‘topping’ bersama-sama (sesuaikan tekstur dan jumlah dengan usia bayi). Untuk melumat makanan gunakan alat sederhana seperti ulekan kayu, parutan, dan saringan kawat. Anggota keluarga lainnya makan makanan serupa dengan rasa yang lebih kaya (tambahan garam, gula, cabai, dan bumbu pedas). Daftar Pustaka United Nations Children’s Fund (UNICEF). Improving Young Children’s Diets During the Complementary Feeding Period. UNICEF Programming Guidance. New York: UNICEF, 2020. Michaelsen, K. F., Grummer‐Strawn, L., & Bégin, F. (2017). Emerging issues in complementary feeding: Global aspects. Maternal & Child Nutrition, 13, e12444. https://doi.org/10.1111/mcn.12444 West C. Introduction of Complementary Foods to Infants. Ann Nutr Metab. 2017;70 Suppl 2:47-54. doi: 10.1159/000457928. Epub 2017 May 19. PMID: 28521316. Miranda, V. S. G. D., & Flach, K. (2019). EMOTIONAL ASPECTS IN FOOD AVERSION IN PEDIATRIC PATIENTS: interface between Speech Therapy and Psychology. Psicologia em Estudo, 24. Dipasquale, V., Cucinotta, U., & Romano, C. (2020). Acute malnutrition in children: Pathophysiology, clinical effects and treatment. Nutrients, 12(8), 2413. https://doi.org/10.3390/nu12082413 Baxter, R., & Hughes, L. (2018). Speech and Feeding Improvements in Children After Posterior Tongue-Tie Release: A Case Series. International Journal Of Clinical Pediatrics, 7(3), 29-35. Biks, G.A., Tariku, A., Wassie, M.M. et al. Mother’s Infant and Young Child Feeding (IYCF) knowledge improved timely initiation of complementary feeding of children aged 6–24 months in the rural population of northwest Ethiopia. BMC Res Notes 11, 593 (2018). https://doi.org/10.1186/s13104-018-3703-0 Theresa Ryckman, Ty Beal, Stella Nordhagen, Zivai Murira, Harriet Torlesse, Affordability of nutritious foods for complementary feeding in South Asia, Nutrition Reviews, Volume 79, Issue Supplement_1, April 2021, Pages 52–68, https://doi.org/10.1093/nutrit/nuaa139 Abeshu, M. A., Lelisa, A., & Geleta, B. (2016). Complementary feeding: review of recommendations, feeding practices, and adequacy of homemade complementary food preparations in developing countries–lessons from Ethiopia. Frontiers in nutrition, 3, 41. https://doi.org/10.3389/fnut.2016.00041 Prell, C., & Koletzko, B. (2016). Breastfeeding and Complementary Feeding. Deutsches Arzteblatt international, 113(25), 435–444. https://doi.org/10.3238/arztebl.2016.0435 Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Buku Saku Pemberian Makan Bayi dan Anak Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2021 Ierodiakonou, D.; Larsen, V.G.; Logan, A.; Groome, A.; Cunha, S.; Chivinge, J.; Robinson, Z.; Geoghegan, N.; Jarrold, K.; Reeves, T.; et al. Timing of Allergenic Food Introduction to the Infant Diet and Risk of Allergic or Autoimmune Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis. JAMA 2016, 316, 1181–1192.DOI: 10.1001/jama.2016.12623 Jessica M White, Ty Beal, Joanne E Arsenault, Harriet Okronipa, Guy-Marino Hinnouho, Kudakwashe Chimanya, Joan Matji, Aashima Garg, Micronutrient gaps during the complementary feeding period in 6 countries in Eastern and Southern Africa: a Comprehensive Nutrient Gap Assessment, Nutrition Reviews, Volume 79, Issue Supplement_1, April 2021, Pages 16–25, https://doi.org/10.1093/nutrit/nuaa142 Praborini A, Febriyanti D. 2021. Antiribet MPASI. Jakarta: Kawan Pustaka.